Sebuah masjid berdiri kokoh dan megah di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Masjid yang sudah berdiri sejak tahun 1899 ini memiliki bangunan sisi samping. Bangunan di sisi masjid ini tak lain adalah sebuah bangunan yang terdiri dari ruang-ruang kelas.
Ruang kelas di area masjid ini biasanya digunakan untuk kegiatan pondok pesantren bernama Pondok Pesantren Tebuireng. Pada suatu pagi di tahun 1942, dua orang santri tengah berada di pos pendaftaran untuk menerima para calon santri yang datang mendaftar bersama keluarga mereka.
Demikian adegan awal yang diperlihatkan dalam film Sang Kiai, film drama yang mengisahkan hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari, pendiri salah satu organisasi terbesar umat Islam, Nahdlatul Ulama. KH Hasyim Asy'ari adalah juga seorang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia.
Dalam film kisah perjuangan yang bisa kalian tonton tanpa berlangganan di TrueID, hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari yang diperankan oleh Ikranagara memperkenankan seorang remaja yang berasal dari keluarga kurang mampu untuk mendaftar menjadi santri di Pondok Pesantren Tebuireng.
Ponpes Tebuireng, yang terletak di Jombang, Jawa Timur, dikisahkan pada masa itu bersifat mandiri. KH Hasyim Asy'ari ingin agar pondok pesantrennya tidak membebani biaya kepada para santrinya untuk bersekolah dan belajar agama di tempatnya.
Oleh karena itu Ponpes Tebuireng mengelola lahan persawahan dan ternak sapi untuk kebutuhan sehari-hari pondok pesantren. Bahkan sebagai pemilik, KH Hasyim Asy’ari selalu terlibat dalam proses mengambil hasil panen bersama para petani di sawah.
Ia berpendapat keikutsertaannya memanen adalah bentuk penghargaan atas jerih payah para santri selama ini. Keterlibatannya membuat dirinya semakin menghargai dan mensyukuri setiap nasi yang dimakan olehnya.
Dilain hari, hadratussyaikh pergi ke pasar. Setelah kembali ke pondok dan menyampaikan materi, beliau tak ragu bertanya siapa saja santri yang tidak ikut shalat berjamaah. Ia memberikan hukuman, namun hukuman yang diberikan cukup unik dan membuat santri 'kapok.' Hukuman ini setidaknya mampu membuat para santri enggan mengulangi ketidakdisiplinan dirinya sendiri. Sang Kyai menghukum para santri dalam bentuk mencium bagian belakang sapi.
Ponpes Tebuireng juga menjadi tempat diskusi bagi KH Hasyim Asy'ari bersama putranya, KH Wahid Hasyim dan beberapa tokoh untuk memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Jepang dan membantu mempertahankan kemerdekaan dari pihak sekutu. (Adi)