Keterbatasan fisik bukan alasan untuk tidak berprestasi. Kalimat ini sempat ditulis petenis meja Indonesia, David Jacobs di akun Instagramnya, @davidjacobs_tabletennis77 saat mengunggah video seorang atlet renang asal Brasil di tengah-tengah perjuangannya di Paralimpiade Tokyo 2020.
Kalimat ini dibuktikan David Jacobs, empat hari kemudian, ketika dia meraih medali perunggu di kategori TT10 tunggal putra. Kalah dari atlet Prancis, Mateo Boheas (2-3) 9-11, 8-11, 11-3, 11-5 dan 8-11, Tokyo Metropolitan Gymnasium, Sabtu (28/8), memaksa David gagal ke final dan meraih perunggu bersama atlet Montenegro, Filip Radovic yang kalah dari Patryk Chojnowski.
Siapa sosok David Jacobs yang sukses menambah perolehan medali Indonesia di ajang empat tahunan itu? Berikut ulasannya yang dirangkum TrueID dari berbagai sumber.
--------------
Video Rekomendasi: 5 Rekor Tercipta oleh Greysiaapriyani di Olimpiade 2020
--------------
1. Usia David Jacobs tidak muda lagi.
Atlet kelahiran Makassar, 21 Juni 1977 itu meraih medali perunggu Paralimpiade di usianya 44 tahun.
2. Paralimpiade Tokyo 2020 menjadi penampilan ketiga David Jacobs di ajang empat tahunan itu.
Sebelumnya, dia juga tampil di London 2012 dan meraih perunggu dan di Rio de Janeiro 2016 ketika dia terhenti di perempat final.
3. Sebelum menjadi bagian dari atlet para tenis meja, David Jacobs pernah tampil membela Indonesia di berbagai ajang multi event, seperti SEA Games 2001 di Malaysia, 2003 di Vietnam, 2005 di Filipina, SEA Games Thailand 2007 dan SEA Games 2009 Laos.
4. Atlet yang mengalami gangguan pada tangannya itu baru bergabung dengan NPC Indonesia 2010 hingga sekarang.
Prestasinya di kelas 10 putra tak perlu diragukan. Dia pernah meraih emas di nomor itu pada Asian Para Games Incheon, Korea Selatan 2014. Empat tahun berselang, di Asian Para Games 2018, David Jacobs juga menyumbang dua emas dari kelas 10 dan ganda putra TT 10 bersama Komet Akbar.
5. Menilik sejarahnya bermain tenis meja.
David Jacobs mulai menekuni dunia tenis meja sejak usia masih 10 tahun. Kemampuannya itu didukung orang tua yang memindahkannya ke Semarang demi mendaftarkan dirinya ke TP Club di Semarang untuk memperoleh pelatihan lebih dalam atas kemampuan tangan kanannya dalam menservis bola. (Tya)